SHARE

Ilham Bintang | Tokoh Pers Nasional

Big lies

Benar saja. 

Mulai akhir tahun hingga hari ini, kita sudah menyaksikan aksi berselancar para politisi. Inkonsistensi  mereka tanpa malu dipertontonkan kepada publik. Bahkan dilakukan sendiri oleh teman separtai Bambang Soesatyo, yaitu Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar. Dia justru satu dari "The Three Musketeers" (TTM), bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB), Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Amanah Nasional ( PAN) Zulkifli Hasan yang mengorkestrasi "pembangkangan" terhadap konstitusi, khususnya pasal 22 E dan pasal 7. Mereka tak bisa menyembunyikan lagi kehendak kuat  memperpanjang masa jabatan Joko Widodo serta wacana penundaan  Pemilu 2024. Seakan mengabaikan agenda Pemilu 2024 baru saja mereka tetapkan  jadwalnya bersama pemerintah, akan dilangsungkan 14 Februari 2024.  Tak pelak kegaduhan pun  merebak  di tengah masyarakat yang sedang  galau menghadapi krisis multidimensional. Dari persoalan hilang dan mahalnya bahan kebutuhan pokok, pemaksaan pembangunan Ibu Kota Negara yang ditinggal investor, dan paling parah soal penanganan pandemi Covid19. 

Hanya beberapa saat  TTM senyap, mungkin  stress diamuk rakyat dua pekan ini. Tiba- tiba muncul Menkominves Luhut Binsar Panjaitan ( LBP). Seperti halnya TTM itu, Jumat 11 Maret lalu, LBP melanjutkan  alasan penundaan Pemilu 2024 yang seluruhnya sulit dicerna oleh akal sehat. Simak pula soal big data 110 juta rakyat Indonesia yang menjadi sumber klaimnya mayoritas rakyat mendukung penundaan Pemilu 2024. Para pakar survey dan poliling menganga mendengar soal bigdata itu. Mereka umumnya baru dengar, sehingga menanyakan ihwal big data, sumbernya, serta metedologi yang digunakan hingga sampai LBP menyimpulkan. Sebenarnya, Muhaimin Iskandar orang pertama melempar soal bigdata itu. Temuannya dibantah oleh Ismail Fahmi, pakar IT, pendiri perusahaan Drone Emprit yang selama ini rajin mengukur percakapan di media sosial. Ismail mengatakan dari semua rumpun media sosial, hanya twiiter yang penggunanya paling banyak membahas wacana politik. Jumlah pengguna  Twitter di Indonesia hanya 18 juta akun. 

Hasil pemantauannya di Twiiter, 1-9 Maret, yang membahas penundaan Pemilu 2024, hanya sekitar 10 ribu percakapan. Mayoritas menolak (penundaan  pemilu maupun perpanjangan jabatan Jokowi). 

Senada dengan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. " Klaim LBP amat berlebihan Justru media sosial didominasi percakapan kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga sembako, " tegasnya. 

LSI Denny JA, 10 Maret lalu juga merilis hasil surveynya. Wacana penundaan Pemilu 2024 bukan hanya ditolak oleh mayoritas responden. Yang menarik, menurut LSI, responden kader partai dan pendukung Jokowi pun menolak wacana itu. Pakar hukum tatanegara Refly Harun melalui akunnya di YouTube nya Sabtu (12/3) menganggap LBP mengacaukan dua hal menjadi satu. Yaitu aspirasi rakyat adalah satu hal, sedangkan konstitusi hal lain. 

Tidak ada hal yang paling kita sesalkan di tengah kegaduhan ini, selain sikap Presiden Jokowi sendiri.  Presiden seperti lupa sumpah jabatanya dalam dua kali pelantikan. Kita kutipkan kembali. 

" Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia  dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

Beberapa bulan lalu, Presiden Jokowi merespon wacana penundaan Pemilu 2024 dengan pernyataan tegas. Bersikap konstitusionsl. " Hanya tiga motif (pihak pengusul). Pertama, mencari muka, padahal saya sudah punya. Kedua, menampar muka saya. Ketiga, hendak menjerumuskan saya, " ucapnya. 

Halaman :