SHARE

Istimewa

Pendefenisian dan pengkategorian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi perlu ditetapkan secara rigid dan jelas.

Hal yang tak kalah penting adalah merumuskan PP yang memuat setumpuk pertanyaan terkait dengan GAAR. Para pemangku kepentingan dan praktisi hukumlah yang lebih kompeten untuk mengkaji dan merumuskannya.

Sekarang adalah era keterbukaan informasi, yang berefek pada partisipasi publik yang makin bermakna dalam perumusan UU dan turunannya.

Agar UU GAAR dan PP GAAR nantinya merupakan produk yang berkualitas, sudah sepatutnya Badan Keahlian (BK) DPR RI dan Pemerintah bersinergi melakukan kajian daring.

Kajian ini bertujuan memperoleh masukkan terkait dengan muatan RUU GAAR dan naskah PP GAAR, baik dari para pemangku kepentingan, para praktisi hukum, maupun dari kalangan akademisi.

Memang ini bukan merupakan pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Namun, Kemenkumham sebagai salah satu pemangku kepentingan telah memulai dengan kegiatan Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang GAAR di Padang pada medio Mei 2022.

Ini adalah langkah awal yang baik bila dilakukan secara berkesinambungan, terjadwal, dan tuntas demi membuahkan UU GAAR yang berbobot.

Hal lain yang patut ditegaskan juga yaitu sejauh mana pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dalam memberikan masukkan kepada Presiden terkait dengan grasi dan rehabilitasi.

Demikian juga dengan permohonan amnesti dan abolisi, sampai pada tataran mana Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.

Pertimbangan MA dan DPR dapat lebih dikukuhkan agar dapat ringankan beban Presiden dalam pemberian GAAR.

Ihwalnya Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, pastinya memiliki setumpuk agenda permasalahan yang harus dituntaskan juga.

Meskipun grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi adalah kewenangan yudikatif yang dimiliki Presiden atau hak prerogatif Presiden, implementasinya tetap mempertimbangkan, antara lain, aspek politik, sosial, dan kemanusiaan demi menorehkan rasa keadilan rakyat.

Tentu saja yang paling utama ialah atmosfer UUD NRI Tahun 1945 tetap mewarnai keputusan tersebut.

Semoga UU GAAR yang diterbitkan nantinya bermaslahat dan dapat ditetapkan juga implementasinya dalam aturan yang lebih rendah.

*) Fenny Julita,S.Sos.,M.Si, adalah Analis Keimigrasian Ahli Madya, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.

Halaman :
Tags
SHARE