SHARE

carapandang.com | COVID-19

Lebih lanjut dr. Jeffri menjelaskan virus corona juga dapat menyebabkan aspek kognitif yang terdiri dari penalaran dan analisis mengalami penurunan. Hal ini akan sangat berdampak pada produktivitas seseorang.

"Kognitif yang terganggu akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada outcome atau produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Performa negara ini terhadap negara-negara lain akan makin tertinggal," kata dr. Jeffri.

Sebuah studi yang dipublikasikan di The Lancet pada April 2021, menemukan bahwa sepertiga pasien COVID-19 telah didiagnosis dengan gejala neurologis atau psikologis, termasuk kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan psikosis, dalam 6 bulan setelah mereka tertular COVID-19.

"Paling banyak yang datang ke kami adalah yang mengalami gangguan psikosomatis dan kecemasan," kata dr. Jeff.

Sementara itu, Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog Klinis, CEO & Founder Personal Growth dan Sahabat Sentra Vaksinasi Serviam yang juga penyintas COVID mengakui bahwa ketakutan, kengerian, paranoid, kecemasan (PTSD) tetap ada sekalipun sudah dinyatakan sembuh.

"Kesehatan mental perlu diperhatikan apabila seseorang mengalami Long COVID-19, apalagi karena mereka akan merasakan frustrasi karena gejala penyakit masih dirasakan walaupun mereka sudah dinyatakan sembuh. Dalam perjalanan untuk sembuh dari Long COVID-19, para pasien harus mengerti bahwa ini merupakan sebuah proses," ujar Ratih.

Ratih pun memberikan beberapa tips untuk membuat kesehatan mental kembali pulih, khususnya bagi para penyintas COVID-19. Hal pertama yang harus dilakukan adalah latihan pernapasan secara teratur.

Terapkan juga olahraga atau latihan fisik yang baik, makan makanan yang bergizi seimbang, mengadopsi kebiasaan gaya hidup yang baik atau sehat serta menerapkan kebiasaan tidur teratur seperti tidur 7-8 jam dan tidak begadang.

Halaman :