SHARE

Istimewa (Net)

Namun berbeda dengan suasana kebatinan rakyat, isu reshuffle menjadi angin segar untuk perubahan yang lebih baik. Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19, masyarakat sangat mengharapkan para pembantu Presiden mampu bekerja dengan nyata dalam mengatasi situasi yang sulit saat ini.

Masyarakat berharap melalui perombakan kabinet inilah Presiden akan mengganti para pembantunya yang berkinerja buruk dengan memilih pembantu baru  yang diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan baik dalam melayani masyarakat.

Tapi yang menjadi pertanyaan publik, reshuffle ini sebenarnya untuk siapa? apakah benar-benar untuk memperbaiki kondisi bangsa, atau hanya sebagai kompensasi politik yang diberikan oleh Presiden. 

Jika reshuffle ini untuk kepentingan rakyat, maka Presiden Jokowi dalam mengambil keputusan akan mendengar suara hati masyarakat. Tapi, jika perombakan kabinet hanya untuk kompensasi politik maka hanya sekadar untuk bagi-bagi kue kekuasaan.  Penulis berharap Presiden dalam memutuskan mengganti menteri mendengarkan suara hati masyarakat. Bukan suara hati Presiden Jokowi sendiri. Sebab, suara publik mencerminkan kondisi yang dihadapi saat ini, dan bebas dari kepentingan-kepentingan.

Namun, jika berkaca pada reshuffle sebelumnya, penulis memandang Presiden Jokowi dalam mengambil langkah reshuffle  tidak mendengarkan suara publik, tapi lebih mendengarkan suara hati Presiden sendiri. Misalnya, Presiden Jokowi merasa nyaman dengan kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem A Makarim.

Halaman :
Tags
SHARE