SHARE

Istimewa

Menurutnya dalam kasus Juliari, apa yang disebut hakim bahwa masyarakat melakukan bullying atas Juliari, itu jelas mengada-ada dan tidak berdasar.  Cacian masyarakat kepadanya sangat wajar diungkapkan. Sebab dia telah melakukan kejahatan yang membuat masyarakat semakin menderita di tengah kesulitan pada situasi pandemi Covid-19.

Cacian masyarakat yang ditujukan kepada Juliari seharusnya dimaknai oleh  majelis hakim sebagai sanksi sosial bukan sebagai bullying.  Dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sanksi sosial harus dilakukan oleh masyarakat. Hal ini untuk membuat jerah para koruptor sehingga malu dan kedepan tidak melakukan perbuatan yang serupa. 

Sanksi sosial yang lain misalnya dengan pengucilan di bidang politik yakni mengajak masyarakat agar tidak memilih eks koruptor, meski hakim tidak mencabut hak politiknya. Tak cukup sampai di situ, pengucilan terhadap eks koruptor juga harus dilakukan di bidang profesional. Misalnya jika koruptor adalah pejabat dengan latar belakang akademisi, jangan lagi diberikan kemewahan panggung akademik.

Meminjam istilah yang populer sekarang  koruptor harus "ditandai mukanya" dan tidak dibiarkan mendapatkan kesempatan untuk kembali memegang jabatan.

Vonis yang ringan

Majelis hakim menghukum Eks Mensos Juliari dengan penjara selama 12 tahun. Vonis tersebut memang lebih tinggi satu tahun dari tuntutan jaksa KPK,  tapi tidak sesuai dengan harapan pegiat antikorupsi yang menganggap Juliari patut dihukum lebih berat.  Jika merujuk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang dilakukan Juliari bisa diinterpretasikan sebagai korupsi dalam keadaan krisis, yang hukumannya mesti diperberat.

Maka, vonis ringan tersebut telah mencederai perasaan publik yang telanjur berharap tinggi agar Juliari dapat dihukum seberat-beratnya. Pasalnya Ketua KPK, Firli Bahuri pada awal-awal terkuaknya kasus korupsi pengadaan bansos penanganan Covid-19 sudah menyatakan bahwa Juliari dapat dituntut dengan hukuman mati.

Vonis ringan kepada Juliari dan para koruptor lainnya menjadi cermin bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih setengah hati. Sebab, para penegak hukum masih bisa tersenyum manis kepada para koruptor dengan mengurangi masa hukuman. Jika ini terus dibiarkan maka upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin jauh dari harapan.

Halaman :
Tags
SHARE