SHARE

Istimewa

CARAPANDANG -  Bagi Dong-soo (diperankan oleh Gang Dong-won), bayi yang dibuang oleh orang tuanya harus diselamatkan walau dengan cara ilegal sekalipun seperti profesi yang ia lakoni dengan menjual bayi-bayi untuk menemukan orang tua adopsi.

Ia membenci para ibu anonim yang telah menelantarkan bayi mereka di dalam kotak bayi yang biasanya turut menyelipkan secarik pesan berisi janji manis “ibu akan kembali”. Dong-soo yakin, hanya satu dari 40 ibu yang betul-betul kembali menjemput anak yang mereka buang. Keyakinan itu bukan tanpa alasan, sebab ia sendiri mengalami penelantaran itu saat masih bayi dan tak mengetahui identitas ibunya.

Sementara Sang-hyeon (diperankan oleh Song Kang-ho), rekan Dong-soo atau tokoh utama dalam film “Broker” ini, berdiri sebagai makelar bayi yang mengklaim tindakannya baik walau tak dipungkiri dirinya punya motif untuk mendapatkan keuntungan mengingat utang-utangnya yang telah menumpuk.

Dari perspektif detektif Soo-jin (diperankan oleh Bae Doona), bagaimanapun penelantaran bayi dan penjualan bayi merupakan tindakan yang sama-sama tak dibenarkan menurut ukuran moral dan hukum. Ia yakin tugasnya sebagai seorang polisi ialah memburu dan menangkap pelaku kejahatan, terutama dua makelar bayi yang menjadi targetnya selama ini.

Di sisi lain, So-young (diperankan oleh Lee Ji-eun), seorang ibu muda, tidak pernah menjelaskan secara pasti mengenai alasan mengapa dirinya meninggalkan bayinya, Woo-sung, begitu saja di depan kotak bayi dan mengapa dirinya memutuskan kembali mencari sang bayi.

Pada akhirnya, So-young memutuskan bergabung bersama Sang-hyeon dan Dong-soo untuk menjual bayinya. Mereka bersama Hae-jin, anak kecil laki-laki dari panti asuhan, berkelana dengan mengendarai mobil van dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menemukan pembeli yang tepat.

Sutadara Hirokazu Kore-eda mengatakan pengembangan ide film “Broker” mulai muncul ketika ia mengerjakan proyek “Like Father, Like Son” (2013). Kala itu, ia menjadi akrab dengan topik seputar “baby hatches” atau kotak bayi melalui sebuah buku dan sempat membahasnya dalam sebuah program.

BROKER-STI-MKT-05

Selama riset yang dilakukan sendiri, Kore-eda menemukan fakta bahwa permasalahan kotak bayi juga terjadi di Korea dan telah dianggap sebagai diskusi sosial dibandingkan dengan Jepang, negara asalnya.

“Selama penulisan naskah dan penelitian saya di Korea, saya mendengar cerita tentang anak-anak yang ditinggalkan di dalam kotak bayi. Melihat anak-anak putus asa mempertanyakan diri mereka sendiri, ‘Apakah benar-benar ada hal yang baik bagi saya untuk dilahirkan?’ Saya dipenuhi dengan keinginan untuk membuat film yang dapat menjawab pertanyaan itu,” katanya dalam pernyataan resmi yang dikutip ANTARA, Senin.

Secara umum, fenomena meninggalkan bayi di dalam sebuah kotak pada dinding yang telah disediakan pusat-pusat sosial seperti gereja atau rumah sakit terjadi di banyak negara di dunia, tidak hanya di Korea maupun Jepang.

Kehadiran kotak bayi telah menimbulkan kontroversi sejak lama. Pada satu sisi, kotak bayi dapat berfungsi sebagai tempat aman para bayi yang tidak diinginkan untuk diselamatkan, namun pada sisi lain kotak bayi diklaim turut mendorong para ibu mengambil jalan keluar termudah dari tanggung jawab mereka.

Di Korea Selatan sendiri di dunia nyata, salah satu orang yang paling dikenal karena telah membuat dan menyediakan kotak bayi ialah pendeta gereja Lee Jong-rak. Mulanya Lee menemukan bayi yang baru lahir yang ditinggalkan di depan rumahnya. Peristiwa itu terjadi beberapa kali sehingga ia merasa perlu membuat sebuah ruang aman untuk bayi yang dibuang.

Pemerintah Korea Selatan telah memperingatkan bahwa tindakan Lee itu rentan bersentuhan dengan hukum pidana. Pemerintah ingin berkomitmen memenuhi Konvensi PBB agar para anak yang ditelantarkan tetap memiliki hak untuk mengetahui identitasnya termasuk hubungan keluarga.

Halaman :
Tags
SHARE