SHARE

Ilustrasi (Net)

Krisis yang terjadi di Indonesia jangan dijadikan alasan untuk menghambat rakyat berfikir kritis. Demokrasi di negeri ini harus tetap diberikan kekuasaan dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk menyampaikan kritik.  Sebab, demokrasi adalah kedaulatan secara mutlak berada di tangan rakyat, bukan terletak pada kekuasaan.  Meskipun kritik itu pahit, pemerintah tidak boleh membungkam komentar, suara dan ekspresi yang diungkapkan oleh rakyat selagi kritik yang disampaikan masih sejalan dengan aturan konstitusi bukan ujaran kebencian, fitnah, pembunuhan karakter, atau menyerang hal privat pemerintah.

Maka itu, dalam situasi dan kondisi apa pun, suara kritis rakyat seperti mahasiswa, pers, penggiat anti korupsi, dan aktivis kemanusiaan tidak boleh dibungkam, disumbat, disensor, dibatasi, dan dikristalkan oleh negara. Meskipun, negara mengalami multikrisis, rakyat tetap tampil kritis dalam menghasilkan demokrasi sehat.

Dalam menghadapi berbagai ekspresi rakyat tersebut, maka pemerintah atau pemangku kebijakan tidak boleh alergi. Mestinya, pemerintah harus sudi dan sabar untuk mendengar suara hati rakyat.  

Ekspresi demokrasi jangan dianggap sebagai batu penghambat bagi pemerintah dalam melahirkan loncatan-loncatan cepat, terarah dan terukur. Sebab, melalui kritik yang bersumber dari rakyat itu, pemerintah tentu bekerja lebih cepat, tepat dan terukur dalam menyelesaikan setiap krisis yang dihadapi.

Demokrasi yang sehat justru menjadi katalis yang diperlukan dalam suatu negara demokratis. Demokrasi pada dasarnya adalah kebebasan rakyat yang bertanggung jawab. Ia bersandar pada nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusian.

Kebebasan berbicara (freedom of speech) adalah suatu kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas, tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan oleh kekuasaan.

Kembali pada penghapusan mural yang bernada kritikan, ini bisa membawa demokrasi di Indonesia  tidak sehat.  Sebab, ekspresi yang disampaikan oleh rakyatnya melalui seni pun dibungkam. Padahal seni adalah kritik yang paling halus untuk mengekspresikan dari kenyataan hidup yang dirasakan oleh rakyat.  Jangan sampai tindakan reaktif  hingga resresif tersebut semakin memperkuat bahwa demokrasi di negeri ini terancam.

Berdasarkan Indeks Demokrasi 2019, Indonesia masuk dalam katagori demokrasi cacat. Dalam indeks tersebut Indonesia mendapatkan skor 6,48 dan menempati peringkat 64 dari 167 negara yang disurvei.  Kebebasan sipil di Indonesia dalam Indeks Demokrasi 2019 adalah yang terendah di antara indikator lainnya. Pada skala 10, nilai kebebasan sipil Indonesia mencapai 5,59. Sementara nilai budaya politik Indonesia mencapai 5,63 poin.

Demokrasi di Indonesia terancam juga telah digambarkan oleh hasil survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Reserach Center (SMRC) 2019, yang menyimpulkan kebebasan sipil di era Joko Widodo memburuk. Berdasarkan survei yang dilakukan Mei-Juni 2019 tersebut, 43 persen responden menyatakan takut menyampaikan pendapat.  Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan pada tahun 2014 yang hanya 24 persen.

Pemerintah jangan alergi terhadap kritik. Kritik yang disampaikan oleh rakyat harus dijadikan energi untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat. Jangan bungkam suara rakyat hanya untuk kepentingan kekuasaan semata.

Halaman :
Tags
SHARE