CARAPANDANG.COM- Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebutkan, pemerintah perlu membuat kebijakan baru terkait dengan penetapan harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita.
Khudori menyampaikan kebijakan saat ini amat tidak menguntungkan produsen. Menurutnya, pengelola kebun sawit, produsen MinyaKita, pedagang, dan konsumen adalah satu mata rantai tak terputus.
"Ke depan, pemerintah perlu membuat kebijakan yang tidak mendistorsi harga," ujar Khudori kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan biaya pokok produksi sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700. Harga bahan baku minyak goreng sawit, yakni crude palm oil (CPO), dalam negeri selama enam bulan terakhir tercatat sekitar Rp15.000-16.000 per kilogram.
Apabila angka konversi CPO ke minyak goreng 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kilogram, diketahui untuk memproduksi MinyaKita seharga Rp15.700 per liter, maka harga CPO yang dibutuhkan kurang lebih Rp13.400 per kilogram.
"Ini baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha. Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi," katanya.