SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - ASEAN Para Games kesebelas yang baru saja ditutup Sabtu 6 Agustus oleh Presiden Joko Widodo semestinya diselenggarakan Desember tahun lalu di Vietnam karena negara ini tak bersedia mengadakannya.

Indonesia lalu menawarkan diri menjadi tuan rumah dan Januari 2022 Solo resmi dinyatakan sebagai tuan rumah ajang multicabang untuk atlet difabel itu.

Namun Solo baru resmi menjadi tuan rumah pada 16 Februari 2022 setelah badan anti-doping dunia (WADA) mencabut sanksi kepada Indonesia.

Pada 7 Oktober 2021, WADA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena tidak patuh dalam mekanisme pelaporan doping. Salah satu akibatnya Indonesia tak boleh menjadi tuan rumah kejuaraan level kawasan, benua, dan dunia.

Awal Februari tahun ini WADA mencabut sanksi itu karena Indonesia sudah memenuhi kewajiban untuk memperoleh kembali status patuh aturan kepada badan antidoping dunia itu.

Praktis Indonesia dan Solo hanya memiliki waktu enam bulan untuk menggelar ASEAN Para Games 2022 ini.

Solo boleh saja disebut tidak sementereng Jakarta yang empat tahun silam menggelar acara lebih besar; Asian Games dan Asian Paragames 2018.

Namun apa yang terjadi selama sepekan terakhir di kota yang pernah dipimpin Joko Widodo sebelum menjabat presiden Republik Indonesia dan kini dipimpin Gibran Rakabuming Raka itu, adalah membanggakan.

Secara umum multievent atlet difabel Asia Tenggara itu berlangsung lancar, baik di dalam maupun di luar arena. Tak ada keluhan berarti dari peserta dalam kaitan bagaimana ASEAN Para Games edisi kesebelas ini diselenggarakan.

Sukses atlet para Indonesia yang menjadi juara umum ASEAN Para Games 2022 dan keberhasilan Solo ini adalah bingkisan khusus untuk Indonesia yang kurang dari dua pekan ini akan memperingati hari kemerdekaannya.

Kemampuan Solo menggelar sebuah perhelatan internasional ini dalam waktu singkat namun mendatangkan apresiasi banyak kalangan ini menunjukkan stok-stok tempat representatif di Indonesia untuk menggelar event internasional semakin banyak, walaupun Solo sejak lama sudah lekat dengan dunia olah raga.

Selain menjadi kota pertama yang menggelar Pekan Olah Raga (PON) pada 1948, Solo secara umum tak pernah jauh dari dunia olah raga. Di sini pula salah satu klub sepak bola pertama di Indonesia dilahirkan, yakni Persis Solo yang kini bermain dalam Liga 1 Indonesia.

Menyelenggarakan ajang khusus kaum difabel Asia Tenggara yang sudah kedua kalinya dilaksanakan di kota ini setelah ASEAN Para Games 2011, membuat predikat keolahragaan Solo semakin istimewa karena ajang ini bukan sekadar tentang olah raga tapi juga bagaimana memuliakan penyandang disabilitas.

Pada zaman seperti sekarang, menyelenggarakan event difabel adalah tidak hanya menyangkut arena yang membuat atlet-atlet para nyaman berkompetisi.

Event ini juga membutuhkan sarana-sarana di luar kompetisi yang sama ramahnya kepada disabilitas.

Itu mulai dari sejak atlet-atlet tiba di bandara, sampai bagaimana mereka mencapai arena dan dibuat nyaman oleh layanan-layanan pendukung lainnya. Solo telah menyajikan semua ini.

Sukses Solo juga menjadi bukti Indonesia tak pernah kehabisan stok tempat untuk event-event olah raga internasional.

Halaman :
Tags
SHARE