SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Penyerapan aspirasi publik menjadi sangat krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh pemerintah bersama DPR RI, sebab RUU itu mengatur hukum pidana yang menyangkut kepentingan semua individu di Tanah Air.

RUU KUHP yang mengatur ketentuan pidana, tidak boleh mengandung pasal-pasal "karet" yang multitafsir dan dapat menimbulkan beragam persepsi dalam implementasinya.

Oleh sebab itu, aspirasi publik yang diserap dalam pembahasan RUU KUHP harus melibatkan sebanyak-banyaknya unsur dalam masyarakat, serta diikuti dengan memberikan umpan balik atau respons atas setiap aspirasi yang diterima.

Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan kepada ANTARA, sedikitnya terdapat 14 pasal dalam RUU KUHP yang multitafsir dan bisa berpengaruh tidak hanya pada kalangan pers, namun juga rakyat Indonesia pada umumnya, sehingga partisipasi publik, termasuk kalangan pers dalam memberikan masukan, diperlukan dalam penyusunan RUU KUHP.

Dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan tentang meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan sebuah undang-undang.

Makna meaningful participation itu juga sudah diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.

Ninik yang juga merupakan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers itu mengatakan, dalam memastikan terciptanya meaningful participation dalam penyerapan aspirasi publik, maka pemangku kepentingan diwajibkan memberikan respons atas setiap aspirasi yang diserap dalam penyusunan undang-undang.

Respons yang diberikan antara lain yakni apakah aspirasi dapat diterima atau tidak diterima dan apa argumentasinya.

Ninik mengungkapkan Dewan Pers sejatinya telah memberikan masukan terhadap pembahasan RUU KUHP pada tahun 2019, namun hingga saat ini Dewan Pers belum menerima respons atas masukan yang diberikan.

Dia mengingatkan, untuk kalangan pers saja, sangat banyak konstituen RUU KUHP yang perlu didengarkan aspirasinya, bukan hanya Dewan Pers melainkan juga lembaga dan asosiasi pers lain seperti Persatuan Wartawan Indonesia, Asosiasi Jurnalis Televisi Indonesia, asosiasi penyiaran radio dan lain sebagainya.

Belum lagi unsur-unsur publik lain yang profesi atau kegiatannya turut diatur dalam RUU KUHP.

Halaman :
Tags
SHARE