SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Status hepatitis akut bergejala berat pada anak sebagai kejadian luar biasa (KLB) di dunia belum tentu berkembang menjadi pandemi.

Demikian disampaikan pakar kesehatan  yang mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Jumat (6/5). 

Dia menjelaskan memang jika ada penyakit-penyakit yang agak di luar kebiasaan, di  website WHO tercatat dengan nama Deasese Outbreak News (DONs) yang diterjemahkan sebagai KLB. 

Dia mengungkapkan bahwa daftar penyakit yang tercantum sebagai KLB di WHO jumlahnya banyak. "Sepanjang April 2010 tercatat 10 penyakit yang berkriteria KLB dunia," ungkapnya.

Dia menjelaskan  di antaranya hepatitis akut berat yang dilaporkan kali pertama 15 April di Inggris dan Irlandia serta 23 April di berbagai negara, ebola di Kongo, Japanese encephalitis di Australia, Salmoneum thypimurium di berbagai negara, kolera di Malawi, malaria di Somalia, demam kuning di Uganda, VDPV (vaccine derived polio virus) tipe 3 di Israel dan MERS CoV di Arab Saudi.

"Artinya, kalau 10 penyakit KLB per bulan, setahun bisa 100 lebih penyakit yang diumumkan WHO sebagai KLB," katanya.

Ia mengatakan dalam beberapa tahun terakhir baru penyakit menular COVID-19 yang dikriteriakan sebagai pandemi oleh WHO setelah sebelumnya masuk dalam daftar KLB.

Status suatu penyakit, kata dia, dapat meningkat sebagai pandemi manakala memenuhi sejumlah barometer WHO, di antaranya pembahasan Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).

"Kalau PHEIC sudah terjadi, maka diamati lagi, baru kemudian diputuskan menjadi pandemi," kata  mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes RI itu.

Sejumlah kriteria status pandemi adalah jenis penyakit merupakan yang terbaru, bergejala berat, penyebaran penyakit terjadi lintas benua, dan menimbulkan masalah kesehatan yang berarti, misalnya melumpuhkan ekonomi negara, katanya.

"Jadi kriteria pandemi tidak diukur berdasarkan banyaknya angka kasus yang terjadi," katanya.

Pernyataan KLB hepatitis akut bergejala berat pada anak di bawah umur 16 tahun oleh WHO, kata dia, agar masyarakat dunia menjadi waspada dan meningkatkan upaya mitigasi sehingga tidak berpeluang mewabah.

"Jangan karena Hepatitis akut bergejala berat ini tertulis di DONs kemudian orang berpikir bahwa ini sesuatu yang sangat istimewa dan pasti menjadi besar. Belum tentu," katanya.

Status KLB pada penyakit di dunia terdiri atas dua kriteria, yakni karakter penyakit yang sudah jelas seperti Malaria, Mers dan lainnya. Berikutnya adalah penyakit yang belum jelas secara karakteristik tapi telah muncul di tengah masyarakat.

Terkait tiga kasus meninggal di Jakarta diduga Hepatitis akut berat, Tjandra tidak setuju jika kasus itu dikriteriakan sebagai ​​probable sebab belum ada diagnosa laboratorium yang menyatakan kasus itu negatif Hepatitis A, B, C, D atau E.

"Hepatitis ini belum ada konfirmasinya, karena kita belum tahu sebabnya apa. Status probable itu kalau Hepatitis pada anak di bawah 16 tahun yang Hepatitis A sampai E-nya tidak ketemu. Tiga kasus di Indonesia belum probable," katanya.

Dalam rekomendasi penanganan pasien Hepatitis akut bergejala berat yang diterbitkan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 5 April 2022, juga disebutkan bahwa saat ini pemeriksaan Hepatitis D dan E belum tersedia secara luas di Indonesia. Sehingga skrining awal hanya dilakukan pada Hepatitis A, B dan C.

"KLB ini lebih pada kecurigaan sehingga kita perlu waspada. Dari sejak 2020, yang saat ini menjadi pandemi cuma satu (COVID-19) padahal yang KLB sudah ratusan," katanya.

Untuk itu masyarakat diimbau untuk tidak panik berlebihan menghadapi Hepatitis akut berat di Tanah Air. Namun kewaspadaan secara dini perlu terus ditingkatkan, demikian Tjandra Yoga Aditama. 

Tags
SHARE