SHARE

Kepala Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan dari 12 provinsi mencakup 68 persen populasi stunting.

"Jadi ada 3,6 juta balita stunting yang hari ini berkumpul, dari 5,2 juta balita stunting se-Indonesia," kata Hasto.

Hasto juga menyebut BKKBN telah membuat program penurunan stunting yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing provinsi.

"Sebagai contoh NTB stuntingnya 37 persen, tahun 2024 kalau bisa (turun) jadi 20 persen sudah berkontribusi sangat besar untuk menuju angka 14 persen, oleh karena itu pentingnya pertemuan hari ini saya kira memastikan meyakinkan dan mendorong kepada kepala daerah 12 provinsi untuk mencapai target," ungkap Hasto.

"Stunting" adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan angka prevalensi "stunting" di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen. Pemerintah mentargetkan prevalensi stunting 14 persen pada 2024

Hasil SSGI menunjukkan 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen.

Sementara, terdapat juga lima provinsi dengan jumlah Balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat 971.792, Jawa Tengah 651.708, Jawa Timur 508.618, Sumatera Utara 347.437, dan Banten 268.158.

Rapat kerja dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Pj. Gubernur Banten Al Muktabar dan para perwakilan kepala daerah provinsi prioritas.
 

Halaman :